Senin, 28 Januari 2013

makalah platform pendidikan budi pekerti

Bab II
Pembahasan
A.   Pengertian Budi Pekerti
Pengertian budi pekerti dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, antara lain secara etimologi (asal usul kata), leksikal (kamus), konsepsional (teori) dan operasional (praktis).
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa ( sangsekerta ) berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebtu ethics.

B.    Visi dan Misi pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang memiliki akal pikiran. Di samping itu manusia juga memiliki hati yang mengandung perasaan dan nurani. Secara umum orang memandang bahwa budi pekerti yang baik adalah perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan norma-norma, aturan-aturan, hukum-hukum yang berlaku di masyarakat. Di samping itu, seseorang yang berbudi pekerti yang baik adalah mereka yang taat dalam menjalankan dan mengamalkan ajaran agama. Keluhuran budi pekerti seseorang tercermin dalam perilakunya. Oleh karena itu, pendidikan budi pekerti sangat diperlukan karena budi pekerti yang baik diharapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
 1. Visi Pendidikan Budi Pekerti
            Mewujudkan pendidikan budi pekerti sebagai bentuk pendidikan nilai, norma, etika yang berfungsi menumbuhkembangkan individu warga negara Indonesia yang berakhlak mulia dalam pemikiran, sikap, dan perbuatan sehari-hari.



2. Misi Pendidikan Budi Pekerti
1.    Mengoptimalkan substansi mata kuliah yang relevan, khususnya Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, serta mata kuliah yang relevan sebagai wahana pendidikan budi pekerti sehingga para mahasiswa tidak hanya cerdas secara rasional, tetapi juga cerdas secara spiritual, emosional dan sosial.
2.     Mewujudkan tatanan dan iklim sosial budaya dunia pendidikan yang dikembangkan sebagai lingkungan pendidikan yang memancarkan akhlak mulia atau moral luhur sebagai wahana bagi mahasiswa, tenaga kependidikan dan pengelola pendidikan untuk membangun interaksi edukatif dan budaya kampus yang memancarkan akhlak mulia serta membangun ketahanan kampus, lingkungan keluarga dan masyarakat dari pengaruh luar yang negatif.
3.    Memanfaatkan media masa dan lingkungan masyarakat secara selektif dan adektif guna mendukung keseluruhan upaya menumbuh dan mengembangkan nilai-nilai budi pekerti luhur, baik yang melalui mata kuliah yang relevan maupun pengembangan budaya pendidikan di kampus.
4.    Membangun kerjasama antara keluarga, kampus dan masyarakat dalam penerapan pendidikan budi pekerti.

C.   Tujuan Pendidikan Budi Pekerti
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti yang tergabunga dalam mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim kehiduapan sosial cultural secara umum bertujuan Dengan pendidikan budi pekerti, mahasiswa memiliki pengetahuan dan mampu mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembang dalam perilaku sehari-hari dalam berbagai konteks sosial budaya di lingkungannya. Dan tujuan  secara khusus bersifat spesifik, nyata dan dapat diukur pencapaiannya ,untuk mengetahui kualitas belajar dalam pelajaran.

D.   Sasaran pendidikan budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti memiliking, khususnya unsure  sasaran berupa kepribadian seseorang, khususnya unsure karakter atau watak yang mengandung hati nurani ( conscience ) sebagai kesadaran diri ( consciousness ) untuk berbuat kebajikan ( virtue).

E.   Scope nilai dan sifat-sifat budi pekerti
1.    Scope nilai budi pekerti
Menurut pendapat cahyoto ( 2002: 18-22), ruang lingkup atau scope  pembahasan nilai budi pekerti yang bersumberkan pada etika atau filsafat menekankan unsure utama , yaitu kesadaran dan berperannya  hati nurani dan kebajikan bagi kehidupan yang baik berdasarkan sistem dan hukum nilai-nilai moral dalam masyarakat.

2.    Sifat-sifat budi pekerti
Sifat budi pekerti sebagai unsure sifat kepribadian dapat dilihat pada prilaku seseorang sebagai perwujudannya. Menurut cahyono (2002: 19-20) dari hasil pengamatan terhadap prilakuyang berbudi pekerti luhur, dapat dikemukakan adanya sifat-sifat budi pekerti, yaitu sebagai berikut:
1.    Budi pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan sesuai dengan hati nuraninya.
2.    Budi pekerti akan mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia.
3.    Budi pekerti yang terbentuk cenderung mewujudkan bersatunya pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti terdapat kesejajaran  antara pikiran, ucapan, dan prilaku.
4.    Budi pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan atau motivasi dan kehendak untuk berbuat sesuatu yang berguana dengan tujuan memenuhi kepentingan dirisendiri  dan orang lain berdasarkan pertimbangan moral.
5.    Budi pekerti tidak dapat langsung diajarkan kepada seseorang atau siswa karena kedudukannya sebagai  sebagai dampak pengiring,bagi mata pelajaran lainnya.
6.    Pembelajaran budipekerti disekolah  lebih merupakan latihan bagi siswa untuk meningkatkan kualitas budipekertinya sehingga siswa terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral dimasyarakat pada saat ia dewasa nanti.
Dalam kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, sifat-sifat yang berbudi pekerti memerlukan perhatian  terhadap prilaku seseorang dalam waktu yang lama dan berkelanjutan, karena sifat-sifat budi pekerti tidak dapat ditebak dalam waktu yang singkat.



F.    Pendekatanan Startegi Pendidikan Budi Pekerti

1.    Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti
            Penerapan pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan sekolah saat ini menggunakan dua pendekatan utama.yaitu :
 a.)    Penyisipan (plug-in)
 b.)    Perbaikan (improvement) dengan cara mengoptimalkan isi, proses, dan pengelolaan pendidikan saat ini guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
            Menurut  kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mata pelajaran Budi Pekerti untuk SD, SMP, dan SMA (Puskur, 2001:7-8), dalam rangka meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk membentuk mental, moral, spiritual, personal dan sosial, maka penerapan pendidikan budi pekerti dapat digunakan berbagai pendekatan dengan memilih pendekatan yang terbaik (efektif) dan saling mengaitkannya satu sama lain agar menimbulkan hasil yang optimal (sinergis).

 Pendekatan yang dimaksud antara lain:
a)    Pendekatan penanaman nilai (Iculcation Approach)
 Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional. Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif (pemberian ajaran secara mendalam tanpa kritik mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja), tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).
            Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas.
Menurut Raths et al. (1978) kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang.
            Pada dasarnya, pendekatan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang digunakan antara lain keteladanan, penguatan, simulasi, dan bermain peran.
b)    Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif (Cognitive Moral Development Approach)
 Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989). Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al.1976; Banks, 1985). Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977). Selanjutkan dikembangkan lagi oleh Peaget dan Kohlberg (Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980).

Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut.
 (1)    Tahap "premoral" atau "preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
 (2)    Tahap "conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
 (3)    Tahap "autonomous". Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dari hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh kepada peraturan,
            Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka. Kohlberg (1977) juga mengembangkan teorinya berdasarkan kepada asumsi-asumsi umum tentang teori perkembangan kognitif dari Dewey dan Piaget di atas. Seperti dijelaskan oleh Elias (1989), Kohlberg mendefinisikan kembali dan mengembangkan teorinya menjadi lebih rinci. Tingkat-tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg dimulai dari konsekuensi yang sederhana, yang berupa pengaruh kurang menyenangkan dari luar ke atas tingkah laku, sampai kepada penghayatan dan kesadaran tentang nilai-nilai kemanusian universal.
 Jadi, pada dasarnya, pendekatan ini menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Cara yang dapat digunakan dalam penerapan budi pekerti dengan pendekatan ini antara lain melakukan diskusi kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual maupun yang abstrak.
c)    Pendekatan Analisis Nilai (Value Analysis Approach)
 Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu dan dapat menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri.
            Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan. Ada enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989), sebagai berikut.
a.    Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang terkait yang artinya mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai yang terkait,
b.    Mengumpulkan fakta yang berhubungan yang artinya mengurangi perbedaan dalam fakta yang berhubungan
c.    Menguji kebenaran fakta yang berkaitan yang artinya mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta yang berkaitan
d.    Menjelaskan kaitan antara fakta yang bersangkutan yang artinya mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta yang bersangkutan
e.    Merumuskan keputusan moral sementara yang artinya mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan sementara,
f.     Menguji prinsip moral yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang artinya mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip moral yang diterima.
 Cara yang dapat digunakan antara lain diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat, dan penelitian.


d)    Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
            Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai.
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu, bertujuan membantu peserta didik untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang digunakan antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri, aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok.

e)    Pendekatan Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach)
            Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti pada pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. Cara yang digunakan selain cara-cara pendekatan analisis dan klarifikasi nilai, adalah metode proyek/kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat dan berorganisasi.

G.   Strategi Dasar Pendidikan Budi Pekerti dalam Hubungannya dengan Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti
         Agar pendekatan yang digunakan dalam pendidikan Budi Pekerti mampu mewujudkan tujuan dari pendidikan Budi Pekerti itu sendiri, maka perlu ditekankan strategi yang akan digunakan sebagai acuan.
         Sesuai dengan visi pendidikan budi pekerti, pelaksanaan pendidikan budi pekerti yang selama ini banyak dimaknai secara tradisional dan lokal telah direkonseptualisasi dan direposisi menjadi “pendidikan budi pekerti” yang diyakini akan memberi kontribusi yang bermakna dalam upaya pembentukan “Manusia Seutuhnya”.
            Pola pikir akademis dan pedagogis tersebut, diyakini sangatlah tepat karena memang secara substantif dan praksis budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari tujuan, instrumentasi, dan praksis kurikuler dan pedagogis mata pelajaran keagamaan, sosial, dan humaniora. Semua mata pelajaran tersebut secara esensial mengandung pengembangan kognisi, afeksi, dan keterampilan sosial yang diyakini sangat potensial dalam mengembangkan individu.
         Atas dasar pertimbangan hal-hal di atas, maka dalam penyelenggaraan pendidikan budi pekerti ditetapkan strategi dasar sebagai berikut.
1.    Pendidikan budi pekerti sebagai substansi dan praksis pendidikan di lingkungan persekolahan, terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan iklim sosial budaya sekolah.
2.    Pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam kurikulum dunia persekolahan dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, antara lain:
a.    Mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan; atau
b.    Di TK diintegrasikan ke dalam bidang yang relevan, di SD diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah.
c.    Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah, dan mata pelajaran yang relevan.
3.    Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya.

Secara kurikuler dan pedagogis nilai-nilai esensial dan operasional budi pekerti yang menjadi isi pendidikan budi pekerti, selanjutnya dikembangkan dan diterapkan secara adaptif dalam pengembangan perangkat pembelajaran dan perwujudan praktis pendidikan budi pekerti. Dengan demikian, pengembangan butir-butir nilai budi pekerti luhur oleh dan dalam masing-masing mata pelajaran yang relevan tidak terjadi over lapping atau timpang tindih tidak perlu dan potensial menimbulkan kebosanan dikalangan peserta didik dan guru.
Wahana dalam konteks ini dimaknai sebagai isi dan proses mata pelajaran yang relevan, yang dirancang untuk mengintegrasikan pendidikan budi pekerti. Sebagai contoh antar lain ahlak dalam pendidikan agama; demokrasi dan HAM dalam PPKn. Pemilihan mata pelajaran pendidikan agama dan PPKn sebagai wahana untuk pendidikan budi pekerti, dinilai sangat tepat karena secara konstitusional negara Indonesia merupakan sila-sila Pancasila sebagai pondasi dan sekaligus muara dari keseluruhan upaya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Secara instrumental kurikuler, karena pendidikan budi pekerti termasuk kedalam pendidikan nilai, maka berlaku paradigma pedagogis bahwa nilai tidak semata mata diajarkan atau ditangkap sendiri, tetapi lebih jauh dari itu nilai dipelajari dan diamati. Oleh karena itu, pendekatan pendidikannya harus berubah dari pendekatan didaktis (didassien/didasei = saya mengajar) menjadi pendekatan belajar, yang lebih menekankan kedudukan dan peran peserta didik sebagai subjek ajar dan bukan sebaliknya sebagai objek ajar.

H.    Metode dan model pembelajaran pendidikan budi pekerti
                 ( Menurut Paul   Suparno, dkk. ( 2002: 45-52 )
a.    Metode penyampaian

1.    Metode Demokratis, metode ini menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam berdampingan dan pengarahan guru. Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan pendapat dan penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan.
2.     Metode pencarian bersama, metode ini menekankan pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru, pencarian bersama ini lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang actual dalam masyarkat, dimana proses diharapkan menumbuhkan sikap bepikir logis, analitis sistematis, argunentatf nuntuk mengambill nilai-nilai hidup dimasalah yang diolah bersama.
3.     Metode siswa aktif, menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran, guru memberikan pokok pembahasan dan anak dalamkelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak membuat pengamatan , pembahasan analisis sampai pada proses penyimpulan atas kegiatan mereka.
4.    Metode kteladanan, Proses bpembentukan keperibadian pada anak akan dimulai dengan melihat orang yang akan diteladaninya, dalam hal ini guru harus mampu menjadi idola bagi peserta didik.
5.    Metode live in, bertujuan agar anak mempunyai penglaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya.
6.    Metode penjernihan nilai, Latar belakang social kehidupan, pendidikan dan pengalaman dapat membawa perbedaan dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung seorang anak, apbila kebingungan itu tidak dapat terungkap dengan baik ia akan menggalami pembelokan hidup. Oleh karena itu membutuhkan penjernihan nilai dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif.

I.      Model penyampaian
Keberhasilan untuk menawarkan dan dan menanamkan nilai-nilai hidup melalui pendidikan budi pekerti di pengaruhi oleh cara penyampaiannya.
a.    Model sebagi mata pelajaran tersendiri. Pendidikan budi pekerti sebagai mata pelajaran tersendiri seperti bidang studi lain dalam hal ini guru pendidikan budi pekerti harus membuat Garis besar pedoman pengajaran (GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), Metedologi pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu juga ia harus dimasukkan dalam jadwal yang terstruktur
b.     Model terintegrasi dalam semua bidang studi. Penanaman nilai budi pekerti juga dapat di sampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru dapat memilih nilai-nilai yang di tanamkan melalui beberapa pokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup.
c.    Model diluar pengajaran. Penanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk di bahas dan di kupas nilai-nilai hidupnya.
d.     Model gabungan. Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan model diluar pengajaran, penanaman niai dilakukan melalui pengakuan fomal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan diluar pengajaran.
e.     

J.    Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
Ada dua cara penilaian pendidikan budi pekerti, yaitu :

a.    Penilaian kualitatif
Penyampaian hasil dengan menggunakan angka dan berpegang pada rentang angka 1-10, cara yang sering digunakan untuk kegiatan penilain dan penyajian raport adalah secara kualitatif. Secara kualitatif dengan bilangan bulat.
Ada keterbatasan pada penilaian seperti ini karena hasilnya langsung menyentuh kecerdasan moral anak sehingga tidak akan membangun kesadaran moral berkembang dari kemauan anak, namun makin menyuburkan suasana ketidakjujuran sistem penilaian yang dilakukan .

b.    Penilaian kualitatif
Penyampaian atau penyajian hasil penilaian dengan menggunakan nbentuk pernyataan verbal, misalnya, baik sekali, baik, kurang, atau kurang sekali
Penilaian seperti ini umumnya bersifat deskriptif tentang aspek prilaku siswa. Rumusannya akan  mengungkapkan hal yang positif dari aspek prilaku, kemudian menunjukkna sisi positif dan negative secara berimbang dan memungkinkan siswa memiliki gambaran diri secara utuh.














BAB III
PENUTUP

K.    Kesimpulan

Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai yang membutuhkan keterampilan khusus untuk proses penanamannya. Oleh karena itu, dibutuhkan kompetensi pendidik yang baik dan dapat memilih metode,model pengajajaran yang komunikatif, inovatif, dan menarik.
Penilaian budi pekerti merupakan usaha untuk mengikuti perkembangan siswa secara utuh dan berkelanjutan, penilaian juga merupakan factor pendorong suksesnya pengajaran pendidikan budi pekerti yang diajarkan.

L.    Pesan dan saran
Dengan membaca makalah ini penulis berharap semoga kita dapat berfikir tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur. Setidaknya dengan makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dan menyuguhkan motivasi yang intrinsik untuk segera mempelajari PLATFORM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI sehingga kita dapat meminimalisasi kesalahan dalam berfikir.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan atau bahkan kekeliruan. Dengan itu, penulis sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik konstruktif sebagai upaya pembangunan mental guna perbaikan.


DAFTAR PUSTAKA :
Zuriah ,nurul .2011. “Pendidikan moral dan budi pekerti dalam perspektif perubahan.jakarta :Bumi aksara .2011
didik-alkamal.blogspot.com/.../penanaman-budi-pekerti-ter... hasansaddam23.blogspot.com/2012/.../pendidikan-afeksi.ht...